LATAR BELAKANG
Allah telah memberi rezeki kepada bayi berupa
susu bayi yang berasal dari ibunya. Susu
ibu mengandung 1,6 % Albuminoidal, 0,4 %
lemak, 3,8 % gula, garam, dan beberapa vitamin. Kandungan tersebut hanya
terdapat pada susu ibu, dan tidak terdapat pada yang lainnya. Nabi SAW
bersabda, “Tidak ada susu bagi bayi yang lebih baik dibandingkan dengan susu
ibu”. Air Susu
Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah
berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir, makanannya telah
disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu telah siap
untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya.
Namun demikian
ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada
anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan
serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk
mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa
menyusui anaknya secara langsung.
Gagasan untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di Eropa
kira-kira lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank
darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita. Para pendonor ASI
baik itu dengan upah ataupun tidak memberikan suplai ASI kepada bank ASI,
kemudian ASI tersebut didistribusikan untuk mereka yang membutuhkan. Tidak ada
hukum yang pasti mengenai Bank ASI, apakah diperbolehkan atau tidak.
Untuk itu, kami ini akan membahas tentang
bank ASI menurut perspektif hukum Islam Permasalahan ini cukup menarik untuk dikaji melalui
hukum Islam. Pentingnya melakukan kajian tersebut, karena sebagaimana yang
diketahui bahwa dalam Islam ada istilah yang disebut sebagai saudara sesusu.
Apakah bank ASI ini juga mengakibatkan terjadinya saudara sesusuan, semuanya
akan diketahui melalaui kajian berikut.
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
Bank ASI merupakan
tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan
kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang
sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI
biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es
agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk
anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan,
terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu
menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.
2. PROSES
Ibu yang sehat dan
memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya
disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar
tidak tercemar oleh bakteri. Semua ibu pendonor diseleksi dengan hati-hati.
Ibu donor harus
memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam
kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus
memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1
dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak
memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain
seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker. Berdasarkan hadits-hadits,
seseorang seharusnya menghindari untuk memilih seorang ibu susu yang bisu,
gila, pelaku kejahatan, bermata lemah, Yahudi, Kristen, Majusi, atau peminum
alcohol untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kondisi (kejiwaan) mereka
dapat ditransfer ke bayi melalui susu.
3. DALIL
·
HUKUM JUAL BELI ASI
Air Susu Ibu
(ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak
diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya
ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. Karena pentingnya ASI tersebut
untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan
membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih
Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Ada
dua pendapat ulama tentang hal tersebut.
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini
merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat
yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali. Kedua, pendapat yang mengatakan
dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu
seorang budak), Maliki dan Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid,
dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.
Seorang bayi boleh
saja menyusu kepada wanita lain, bila air susu ibunya tidak memadai, atau
karena suatu hal, ibu kandung bayi tidak dapat menyusuinya. Status ibu yang
menyusukan seorang bayi, sama dengan ibu kandung sendiri, tidak boleh kawin
dengan wanita itu, dan anak-anaknya. Dalam hukum islam disebut sebagai saudara
sepersusuan. Gambaran yang dikemukakan jelas bahwa siapa wanita yang menyusukan
dan siapa pula bayi yang disusukan itu hukumnya jelas yaitu sama dengan mahram.
Selagi ibu si bayi
itu masih mungkin menyusukan anak itu, maka itulah sebenarnya yang terbaik.
Hubungan psikologis antara si bayi dan ibunya terjalin juga dengan mesra pada
saat menyusukan bayi itu. Si bayi merasa disayangi dan si ibu pun merasakan
bahwa air susunya akan menjadi darah daging anak itu. Berbeda, kalau air susu
yang diminum anaknya itu berasal dari orang lain. Pertumbuhan dan perkembangan
anak itu, dibantu oleh pihak lain, sebagaimana air susu sapi yang kita kenal
selama ini, dan makanan yang khusus dibuat (diproduksi) untuk bayi.
·
HUKUM MENDIRIKAN
BANK ASI
Bahwa di
dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa menimbulkan
rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut
tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual
bank ASI tersebut. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut
membawa manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita
melihat bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena
kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi
pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar
dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan
kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan
bahwa :
·
دَفْعُ الضَّرَارِ
اَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik
kemaslahatan.
Ibnu Sayuti
di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah
disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :
·
اَلضَّرَارُ لاَ
يُزَالُ بِالضَّرَارِ
Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan
kemudaratan lagi.
Hal ini
jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu,
ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi dengan
ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari
bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran
fisika dimana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang
berbeda. Maka penulis sependapat bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih
besar manfaatnya daripada kerusakannya.
4.
Kaitan Bank ASI dengan radla'ah
a. Pengertian ar-Radha'ah
Para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha' atau susuan. Menurut
Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah seorang bayi yang menghisap puting
payudara seorang perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan
bahwa ar-Radha' adalah masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang
berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah mengatakan ar-Radha' adalah
sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi. Al-Hanabilah
mengatakan ar-Radha' adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang
menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum
susu tersebut atau sejenisnya.
b. Batasan Umur
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan
batasan umur ketika orang menyusui yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas
ulama mengatakan bahwa batasannya adalah jika seorang bayi berumur dua tahun ke
bawah. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam QS AL Baqarah ayat 233 yang
memiliki arti :
Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada
para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan
seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)
Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
فَإِنَّمَاالرَّضَاعَةُمِنْ
الْمَجَاعَةِ
"Sesungguhnya
persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR
Bukhari dan Muslim)
c. Jumlah Susuan
Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan
yang mengharamkan adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal
ini berdasarkan hadits Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata:
كَانَ فِيمَا
أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ
نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ
"Dahulu
dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali
penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja.
Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti
itu." (HR Muslim)
Kapan
seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia
menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika
dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan
seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas,
atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal itu dihitung satu kali susuan
saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an Nadiyah, 2/174)
d. Cara Menyusu
Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu
yang bisa mengharamkan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah
sampainya air susu tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan
tulang, baik dengan cara menghisap puting payudara dari perempuan langsung,
ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang hidungnya),
atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya),
atau dengan cara yang lain. Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari
Ibnu Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,
لاَرَضَاعَ
اِلاَّمَاانْشَزَالْعُظْمَ وَانْبَتَ ا للَّحْمَ
Tidak ada
penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu
Dawud).
5. PENDAPAT YANG MEMPERBOLEHKAN BANK ASI
a.
Pendapat Pertama
Menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh.
Di antara alasan mereka sebagai berikut: Bayi yang mengambil air susu dari bank
ASI tidak bisa menjadi mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut,
karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara
menghisap puting payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaimana seorang
bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya mengambil
ASI yang sudah dikemas.
Ulama besar semacam Prof.Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan
bahwa dia tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya “Bank ASI.” Asalkan
bertujuan untuk mewujudkan mashlahat syar’iyah yang kuat dan untuk memenuhi
keperluan yang wajib dipenuhi.
Beliau cenderung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan
baik dan mulia, didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua
yang lemah, apa pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan
adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang
menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini
akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan
sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya, bukan sekadar
menyumbangkannya. Sebab di masa Nabi (Muhammad) s.a.w., para wanita yang
menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya
memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardhawi memandang bahwa institusi yang
bergerak dalam bidang pengumpulan “air susu” itu yang mensterilkan serta
memeliharanya agar dapat dinikmati oleh bayi-bayi atau anak-anak patut
mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.
Selain Al-Qaradhawi, yang menghalalkan bank ASI
adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir.
Beliau menyatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu
harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua
orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka
penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui
dengan anak bayi tersebut.
b. Pendapat Kedua
Menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika
telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, di antaranya : setiap ASI
yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan menulis
nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang
mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada
pemilik ASI tersebut, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab
yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Prof.DR. Ali Mustafa Ya’qub, MA., salah seorang
Ketua MUI Pusat menjelaskan bahwa tidak ada salahnya mendirikan Bank ASI dan
Donor ASI sepanjang itu dibutuhkan untuk kelangsungan hidup anak manusia.
“Hanya saja Islam mengatur, jika si ibu bayi tidak dapat mengeluarkan air susu
atau dalam situasi lain ibu si bayi meninggal maka si bayi harus dicarikan ibu
susu. Tidak ada aturan main dalam Islam dalam situasi tersebut mencarikan susu
sapi sebagai pengganti, kendatipun zaman nabi memang tidak ada susu formula
tapi susu kambing dan sapi sudah ada,” . ini berarti bahwa mendirikan Bank ASI
dan donor ASI boleh-boleh saja karena memang Islam tidak mentoleransi susu yang
lain selain susu Ibu sebagai susu pengganti dari susu ibu kandungnya.
Hanya saja pencatatannya harus benar dan kedua
keluarga harus dipertemukan serta diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu
dari ibu menyebabkan menjadi mahramnya si anak dengan keluarga si ibu susu.
Artinya anak mereka tidak boleh menikah.
Sebagian ulama yang membolehkan pendirian bank ASI ini
beralasan :
1. Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam
bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh
karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap payudara tidak disebut menyusui,
maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam
hukum nasab nantinya.
2. Yang
menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang
ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya,
tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan
kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah
persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan
yang lain mengikutinya.
3. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa
madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa kali penyusuan terhadap
seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan
nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari lima kali
susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.
6.
PENDAPAT YANG
TIDAK MEMBOLEHKAN BANK ASI
Menyatakan bahwa mendirikan bank
asi hukumnya haram. Alasan mereka bahwa bank asi ini akan menyebabkan
tercampurnya nasab, karena susuan yang mengharamkan bisa terjadi dengan
sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan
langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang
tidak membenarkan adanya bank asi adalah prof. Dr. Wahbah az-zuhayli. Dalam
kitab fatawa mu’ashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi bank
susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan majma’
al-fiqih al-islamiy melalui badan muktamar islam yang diadakan di jeddah pada
tanggal 22–28 desember 1985 m./10–16 rabiul akhir 1406 h.. Lembaga ini dalam
keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh negara
islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut
7. KESIMPULAN
Dengan memohon rahmat serta
hidayah dari Allah SWT, memutuskan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan. Tetapi
jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya: setiap ASI
yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan
meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi
yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik
ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang
dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Tetapi pemberian ASI ke bayi
dengan ASI yang berasal dari bank ASI sebisa mungkin untuk dihindari, karena
menolak mudharat itu lebih diutamakan dari pada mengambil kemaslahatan. Untuk
menghindari percampuran nasab yang akan menyebabkan masalah baru yang lebih
komplek. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa dan mendesak sesekali boleh
menggunakan jasa bank ASI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar