Senin, 15 Juni 2015

Ijtihad mengenai Bank Asi



LATAR BELAKANG

Allah telah memberi rezeki kepada bayi berupa susu  bayi yang berasal dari ibunya. Susu ibu  mengandung 1,6 % Albuminoidal, 0,4 % lemak, 3,8 % gula, garam, dan beberapa vitamin. Kandungan tersebut hanya terdapat pada susu ibu, dan tidak terdapat pada yang lainnya. Nabi SAW bersabda, “Tidak ada susu bagi bayi yang lebih baik dibandingkan dengan susu ibu”. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir, makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya.
 Namun demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan untuk mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak bisa menyusui anaknya secara langsung. 
Gagasan untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di Eropa kira-kira lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita. Para pendonor ASI baik itu dengan upah ataupun tidak memberikan suplai ASI kepada bank ASI, kemudian ASI tersebut didistribusikan untuk mereka yang membutuhkan. Tidak ada hukum yang pasti mengenai Bank ASI, apakah diperbolehkan atau tidak.
   Untuk itu, kami ini akan membahas tentang bank ASI menurut perspektif hukum Islam Permasalahan ini cukup menarik untuk dikaji melalui hukum Islam. Pentingnya melakukan kajian tersebut, karena sebagaimana yang diketahui bahwa dalam Islam ada istilah yang disebut sebagai saudara sesusu. Apakah bank ASI ini juga mengakibatkan terjadinya saudara sesusuan, semuanya akan diketahui melalaui kajian berikut.


PEMBAHASAN

1.     PENGERTIAN
Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.
2.     PROSES
Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Semua ibu pendonor diseleksi dengan hati-hati.
Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker. Berdasarkan hadits-hadits, seseorang seharusnya menghindari untuk memilih seorang ibu susu yang bisu, gila, pelaku kejahatan, bermata lemah, Yahudi, Kristen, Majusi, atau peminum alcohol untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kondisi (kejiwaan) mereka dapat ditransfer ke bayi melalui susu.
3.     DALIL
·         HUKUM JUAL BELI ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali. Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.
Seorang bayi boleh saja menyusu kepada wanita lain, bila air susu ibunya tidak memadai, atau karena suatu hal, ibu kandung bayi tidak dapat menyusuinya. Status ibu yang menyusukan seorang bayi, sama dengan ibu kandung sendiri, tidak boleh kawin dengan wanita itu, dan anak-anaknya. Dalam hukum islam disebut sebagai saudara sepersusuan. Gambaran yang dikemukakan jelas bahwa siapa wanita yang menyusukan dan siapa pula bayi yang disusukan itu hukumnya jelas yaitu sama dengan mahram.
Selagi ibu si bayi itu masih mungkin menyusukan anak itu, maka itulah sebenarnya yang terbaik. Hubungan psikologis antara si bayi dan ibunya terjalin juga dengan mesra pada saat menyusukan bayi itu. Si bayi merasa disayangi dan si ibu pun merasakan bahwa air susunya akan menjadi darah daging anak itu. Berbeda, kalau air susu yang diminum anaknya itu berasal dari orang lain. Pertumbuhan dan perkembangan anak itu, dibantu oleh pihak lain, sebagaimana air susu sapi yang kita kenal selama ini, dan makanan yang khusus dibuat (diproduksi) untuk bayi.
·         HUKUM MENDIRIKAN BANK ASI
Bahwa di dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa :
·         دَفْعُ الضَّرَارِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Menolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :

·         اَلضَّرَارُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَارِ
Kemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.


Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.

4.     Kaitan Bank ASI dengan radla'ah

       a. Pengertian ar-Radha'ah

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha' atau susuan. Menurut Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha' adalah masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah mengatakan ar-Radha' adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi. Al-Hanabilah mengatakan ar-Radha' adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya.

b.    Batasan Umur

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam QS AL Baqarah ayat 233 yang memiliki arti :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)


Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
فَإِنَّمَاالرَّضَاعَةُمِنْ الْمَجَاعَةِ
"Sesungguhnya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR Bukhari dan Muslim)

c.    Jumlah Susuan

Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata:

كَانَ فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ                               وَهُنَّ فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ
"Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR Muslim)

Kapan seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal itu dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an Nadiyah, 2/174)

d.    Cara Menyusu

Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang hidungnya), atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau dengan cara yang lain. Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,
لاَرَضَاعَ اِلاَّمَاانْشَزَالْعُظْمَ وَانْبَتَ ا للَّحْمَ
Tidak ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu Dawud).

5.     PENDAPAT YANG MEMPERBOLEHKAN BANK ASI
a. Pendapat Pertama
Menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Di antara alasan mereka sebagai berikut: Bayi yang mengambil air susu dari bank ASI tidak bisa menjadi mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara menghisap puting payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaimana seorang bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah dikemas.
Ulama besar semacam Prof.Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa dia tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya “Bank ASI.” Asalkan bertujuan untuk mewujudkan mashlahat syar’iyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi.
Beliau cenderung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan baik dan mulia, didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya, bukan sekadar menyumbangkannya. Sebab di masa Nabi (Muhammad) s.a.w., para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardhawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang pengumpulan “air susu” itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati oleh bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.
Selain Al-Qaradhawi, yang menghalalkan bank ASI adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.
b. Pendapat Kedua
Menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, di antaranya : setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Prof.DR. Ali Mustafa Ya’qub, MA., salah seorang Ketua MUI Pusat menjelaskan bahwa tidak ada salahnya mendirikan Bank ASI dan Donor ASI sepanjang itu dibutuhkan untuk kelangsungan hidup anak manusia. “Hanya saja Islam mengatur, jika si ibu bayi tidak dapat mengeluarkan air susu atau dalam situasi lain ibu si bayi meninggal maka si bayi harus dicarikan ibu susu. Tidak ada aturan main dalam Islam dalam situasi tersebut mencarikan susu sapi sebagai pengganti, kendatipun zaman nabi memang tidak ada susu formula tapi susu kambing dan sapi sudah ada,” . ini berarti bahwa mendirikan Bank ASI dan donor ASI boleh-boleh saja karena memang Islam tidak mentoleransi susu yang lain selain susu Ibu sebagai susu pengganti dari susu ibu kandungnya.
Hanya saja pencatatannya harus benar dan kedua keluarga harus dipertemukan serta diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu dari ibu menyebabkan menjadi mahramnya si anak dengan keluarga si ibu susu. Artinya anak mereka tidak boleh menikah.
Sebagian ulama yang membolehkan pendirian bank ASI ini beralasan :
       1. Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
       2.   Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain mengikutinya.
       3. Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.

6.       PENDAPAT YANG TIDAK MEMBOLEHKAN BANK ASI
Menyatakan bahwa mendirikan bank asi hukumnya haram. Alasan mereka bahwa bank asi ini akan menyebabkan tercampurnya nasab, karena susuan yang mengharamkan bisa terjadi dengan sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya bank asi adalah prof. Dr. Wahbah az-zuhayli. Dalam kitab fatawa mu’ashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan majma’ al-fiqih al-islamiy melalui badan muktamar islam yang diadakan di jeddah pada tanggal 22–28 desember 1985 m./10–16 rabiul akhir 1406 h.. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh negara islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut

7.     KESIMPULAN
Dengan memohon rahmat serta hidayah dari Allah SWT, memutuskan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan. Tetapi jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya: setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada pemilik ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Tetapi pemberian ASI ke bayi dengan ASI yang berasal dari bank ASI sebisa mungkin untuk dihindari, karena menolak mudharat itu lebih diutamakan dari pada mengambil kemaslahatan. Untuk menghindari percampuran nasab yang akan menyebabkan masalah baru yang lebih komplek. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa dan mendesak sesekali boleh menggunakan jasa bank ASI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar